![]() |
Oleh Adam Sandro |
Bibik ku pernah menceritakan kisah bunuh diri terseram
yang pernah kudengar, ketika seorang pemuda gantung diri di sebuah toilet
gedung kosong karna ditinggal mati kekasih hatinya karena sakit parah.
Belakangan beberapa hari setelah pemuda tersebut dimakamkan, ditemukan sepucuk
surat wasiat di saku celana yang ia kenakan ketika bunuh diri. Surat itu
bertuliskan “Makamkan aku disamping kekasih ku.” Sontak keluarga pemuda itu
kaget, menggali kembali makam nya untuk kemudian di makamkan saat itu juga di
samping pusara kekasihnya, sungguh tragik dan menyayat hati.
Dalam kultur Jepang kuno, bunuh diri dilakukan
oleh seorang samurai yang kalah dalam bertarung atau berperang, maka sebelum
ditangkap dan dipermalukan pihak musuh mereka melakukan ritual seppuku atau
hara-kiri (menusuk katana pendek dan membelah perut sendiri hingga mati ). Di
era Perang Dunia II pun, saat Jepang kalah perang melawan Amerika, banyak prajurit
yang melakukan bunuh diri terutama pilot angkatan udara Jepang yang melakukan misi Kamikaze (misi bunuh diri
dengan menabrakan pesawat ke kapal Amerika),
seperti yang terjadi di film Pearl Harbour dan Eternal Zero. Bahkan hingga
sekarang pun budaya bunuh diri ini masih popular di Jepang. Banyak dari mereka
memilih lokasi sacral seperti di hutan Aokigahara di kaki gunung Fuji.
Suatu malam saya pernah menulis
pertanyaan dibuku harian sendiri, mengenai mengapa orang-orang hebat macam
Vincent Van Gogh, Ernest Hemingway, dan Kurt Cobain memilih mati dengan cara
bunuh diri?. Bukankah mereka sudah di karuniai bakat luar biasa untuk menjadi
legenda, terlepas dari itu semua pada kenyataanya sekarang pun mereka sudah
menjadi legenda yang sangat menginspirasi banyak orang dengan warisan karya-karyanya.
Ada banyak kisah menarik entah itu fiksi atau fakta yang akan saya ceritakan
mengenai kematian tragis ketiga legenda tersebut.
Film Lust For
Life yang digarap oleh Vincente Minelli pada tahun 1956 sukses menyabet satu
piala Oscar dan meraih tiga nominasi piala Oscar lainya. Film yang di adaptasi
dari novel biografi berjudul sama, karangan Irving Stone yang terbit di tahun
1934 ini sukses membuat sang penulis menjadi salah satu penulis novel biografi
teraik dunia, novel yang bercerita tentang kisah hidup pelukis fenomenal asal
belanda Vincent Willem Van Gogh (1853-1890). Van Gogh adalah disebut juga
dengan pelukis gila yang melampaui zaman, banyak kisah yang menggemparkan
tentang pelukis yang satu ini salah satunya saat dia memotong telinga kirinya
dan menyarahkanya kepada seorang pelacur, itu hanyalah sepenggal kisah yang
mewarnai lika-liku kehidupan nya yang tragik, hingga akhirnya ia bunuh diri
dengan menembak dadanya sendiri menggunakan pistol saku. selama 18 bulan dia mengalami
gangguan jiwa yang sporadis sehingga tak mampu berbicara bahkan hingga
berminggu-minggu setelah insiden pemotongan telinganya tersebut, sejumlah analisis pun bermunculan, semua
diakibatkan epilepsi dan skizofrenia sampai
penyalahgunaan alkohol, psikopat dan gangguan kepribadian. Namun dibalik sakit yang menggerogotinya Van Gogh tetap
produktif dalam berkarya, malah saat tinggal di Auvers sejak mei 1890 setelah
keluar dari rumah sakit jiwa merupakan masa-masa paling produktif dalam karier
ke-pelukisanya tercatat dia menyalasaikan 75 lukisan dan lebih dari 100 gambar
dan sketsa hanya dalam waktu 70 hari, namun pada akhirnya dia tetap merasa
kesepian dan cemas, dan yakin jika hidupnya merupakan suatu kegagalan.
Beberapa jam sebelum bunuh diri, dia
sedang mengerjakan sebuah lukisan yang diberi judul Tree
Roots (1890) atau ‘Akar Pohon’. Lukisan ini bisa ditemui di museum Van Gogh dan konon
ada juga yang mengaitkan lukisan ini sebagai pesan terakhir dari sang pelukis, kematianya
memang penuh misteri, ada juga beberapa teori yang sangsi jika Van Gogh melakukan
bunuh diri, namun yang pasti sepanjang hidupnya yang serba susah, bahkan harus
bergantung hidup dengan adiknya. Van Gogh yang baru mulai melukis di usia 27
tahun, merupakan pelukis yang sangat produktif total ada 2.100 karya seni,
termasuk 860 lukisan cat minyak dan hanya satu yang terjual semasa hidupnya,
ironisnya barulah setelah kematianya dunia baru mengapresiasi karya sang
legenda, sejumlah karyanya laris terjual yang bahkan menjadi lukisan-lukisan termahal
di dunia, beberapa lukisan macam Portrait of Dr. Gachet, The Starry Night,
dan The Potato Eaters, adalah beberapa karya-karya fenomenalnya,
lukisan-lukisan yang sepertinya bukan diciptakan oleh pikiran orang yang sakit
jiwa.
A Moveable Feast.
Ernest Hemingway (1899-1961), merupakan salah
seorang penulis kenamaan asal amerika, tokoh ikonik sastra dan budaya populer
amerika. Adalah adegan Danzel Washington
sedang ngopi sambil membaca novel The Old
Man And The Sea di film The Equalizer, itulah yang pertama menginspirasi
rasa penasaran ku untuk membaca novel The
Old Man And The Sea novel yang terbit pertama kali di indonesia tahun 1973
berjudul lelaki tua dan laut, diterjemahkan oleh Sapardi Djoko Damono. Novel
klasik yang tematik bercerita tentang pengalaman nelayan tua ditengah lautan,
pengalaman yang juga terjadi di kehidupan manusia, terus berjuang meskipun tak
selalu berhasil sesuai keinginan. Melalui novel ini pula ia diganjar
penghargaan Pulitzer di tahun 1953 disusul hadiah Nobel sastra setahun
berselang. Jauh sebelum itu tepatnya di bulan oktober 1926, New york times
menulis jika novel perdana Hemingway berjudul The Sun Also Rises “telah mempermalukan karya-karya lain dalam
bahasa inggris.” Prosa naratif yang ramping namun kuat begitulah tulisan itu
menggambarkan The Sun Also Rises.
Adalah pal besar dalam sejarah seni penulisan, ia adalah sungai raksasa yang
darinya banyak sungai lain tercipta(1).
Tumbuh di dekat Chicago, pekerjaan pertamanya adalah seorang reporter
untuk Kansas City Star, Hemingway telah menerbitkan tujuh novel klasik, dan
beberapa narasi jurnalistik, serta memoar
tentang masa mudanya di Paris—A Moveable Feast, yang kemudian diterbitkan secara
anumerta. Gaya
penulisan surat kabar memepengaruhi hampir seluruh karya-karyanya, gaya
penulisan yang dikenal singkat, jelas, menggunakan kalimat langsung, serta
sedikit mengandung kata sifat.
Lima dekade setelah kematianya, ada banyak wartawan sastra, psikolog,
juga penulis biografi mencoba untuk mengungkap mengapa Hemingway harus mengakhiri
hidupnya dengan bunuh diri. Seperti ayahnya yang juga bunuh diri di tahun 1928.
Tak seperti karyanya yang banyak di puji ternyata kehidupan pribadinya tak
sesukses karya tulisnya, pria yang menurut Time pernah lima kali selamat dari
kematian ini, yang bahkan selamat dari kecelakaan pesawat fatal dua kali
beruntun adalah seorang pecandu alkohol yang juga mengalami banyak masalah
kesehatan, ada juga yang bilang ia menderita gangguan kepribadian, ada juga
yang mengatakan dia depresi bahkan beberapa minggu
sebelum kematianya, Hemingway pernah bertanya kepada A.E. Hotchner sahabat
sekaligus salah satu penulis biografinya, “Apa yang di inginkan orang?.
Kesehatan, pekerjaan yang lancar, keceriaan bersama teman-taman, kenikmatan di
ranjang. Dan aku tidak lagi punya semua itu,kau tahu. Tidak satupun.”
Pada akhirnya ia menembakan kepalanya
dengan shotgun 12 gauge laras ganda yang kerap ia pakai untuk berburu merpati,
yang kemudian menghancurkan batok tengkorak dan memuntahkan serpihan otak dari
kepalanya. Begitulah sepenggal kisah tragik misteri kematian Ernest Hemingway
seorang sastrawan yang mempengaruhi ratusan penulis, bahkan termasuk JD
Salinger, Hunter S. Thomson, dan Chuck Palahnuik, mengaku turut terpengaruh
oleh gaya kepenulisanya.
I Gate Myself And I Want To Die.
"If any of you, in any way, hate homosexuals, people of a different color or women, please do this one favor for us — leave us the fuck alone. Don’t come to our shows and don’t buy our records." -- Quote dari Kurt Donald Cobain (1967-1994) yang tertulis di album incesticide milik band legendaris yang digawanginya bernama Nirvana.
Kurt Cobain dan Nirvana memang sangat berpengaruh di era 90-an bahkan hingga
dua dekade kematianya pun influence seorang Kurt Cobain masih sangat besar
terhadap gaya hidup anak-anak muda di fase pencarian jati diri dari seluruh
belahan dunia manapun. Figur yang sangat mudah sekali kalian temui di buku-buku
biografi, film, juga video-video di internet.
Kurt yang hingga kematiannya pun masih saja menjadi komoditi, akan menyisakan
banyak misteri yang masih terus hidup dalam berbagai sudut pandang tentang
cerita kematianya yang bahkan mengundang gelombang bunuh diri dari penggemar
fanatiknya.
Kecenderungan bunuh diri sudah terlihat dalam diri Kurt sejak masih kecil. Ryan
Agner tetangga kecil Kurt pernah bertanya padanya, "Kamu mau apa kalau
sudah berumur 30 tahun?" , "Aku tak berpikir apa yang bakal terjadi kalau umurku 30 tahun." Kurt
berbicara seolah mereka sedang membahas hal sepele. "Aku tak mau hidup sampai umur 30. Kamu tahulah hidup di atas umur 30 itu
seperti apa. Aku tidak mau." Tambah Kurt.
Entah kebetulan atau tidak, pada akhirnya ia tewas di usia 27 tahun dengan cara
bunuh diri. Bukan sekali dua kali percobaan bunuh diri yang telah dilakukanya,
depresi, adanya riwayat penyakit,
ketergantungan heroin, juga hikayat bunuh diri diyakini adalah beberapa sebab
yang membuat Kurt nekat bunuh diri. Jika dilihat dari riwayat keluarga ada adik
dan kakak kandung kakeknya yang menembakan kepalanya dengan pistol, lalu dari
sebelah nenek, ada kakek buyutnya yang memotong urat nadi hingga tewas, selain itu
Kurt kecil di diagnosa mengidap attention dificit hypeactivity disorder lalu
ketika remaja dia juga divonis mengidap bipolar disorder yang membuat
kecenderungan bunuh dirinya semakin besar. Seperti ingin memberi pesan melalui
lagunya "I Gate Myself and I Want to Die." Pesan untuk kematianya
sendiri. Meskipun banyak teori konspirasi yang belakangan merebak seputar
kematianya, seperti ada banyak dugaan yang tidak percaya jika Kurt bunuh diri,
melihat pada bukti dimana terdapat kadar heroin tiga kali lipat dari dosis
mematikan dalam tubuhnya, yang bahkan untuk pecandu kelas berat sekalipun.
Faktanya untuk orang yang sudah berada di bawah dosis ini akan lumpuh total
hanya dalam hitungan detik, maka kemungkinan Kurt untuk menarik pelatuk shotgun
pun adalah nol persen(2). Apapun kemungkinan-kemungkinan
itu pada kenyataanya Kurt Cobain sang legenda yang banyak menginspirasi banyak
musisi di dunia itu, telah tewas dengan kepala tertembak shotgun, seperti
keinginan masa kecilnya menjadi kaya raya dan terkenal lalu bunuh diri seperti
Jimi Hendrix.
Suicidal person biasanya menunjukkan tanda-tanda atau perilaku-perilaku tertentu yang bisa kamu amati, di antaranya:
Suicidal person biasanya menunjukkan tanda-tanda atau perilaku-perilaku tertentu yang bisa kamu amati, di antaranya:
1.
Menarik
diri dari pergaulan dan kegiatan yang biasa dinikmati
2.
Kesulitan
konsentrasi, mudah bosan, dan penurunan performa dalam melaksanakan tugas
3.
Mengekspresikan
perasaan ingin mati, melarikan diri, dan ingin berpisah dari orang di
sekitarnya
4.
Suasana
hati yang berubah drastis, cenderung merasa tidak berdaya, tidak berguna, tidak
berarti, dan terjebak
5.
Merencanakan
untuk menyakiti diri sendiri, menjadi lebih kasar, sembrono, mudah tersakiti,
dan lebih memberontak
6.
Tidak
tertarik oleh hadiah ataupun pujian
7.
Perubahan
pola makan dan tidur
8.
Penyalahgunaan
alkohol dan obat-obatan
Sangat perlu kita waspadai
jika orang terdekat kita menunjukan perilaku seperti diatas, jangan ragu untuk
segera menghubungi rumah sakit, tenaga profesional kesehatan jiwa, klinik
psikolog terdekat, atau pun bisa melakukan pendekatan personal seperti yang
disarankan oleh salah satu lembaga pendampingan Into The Light Indonesia(3).
Kembali pada tiga kasus diatas Steve
sack Profesor di Wayne
State University sekaligus
direktur di Center For
Suicide Research pernah mengatakan,
bahwa pekerja seni lebih rentan melakukan bunuh diri. Peluang untuk itu terjadi
tiga kali lebih tinggi dari orang biasa, itu disebabkan karena pekerja seni
termasuk pemusik, actor, penulis, juga pelukis sangat rentan terpapar depresi
dan banyangan pikiran bunuh diri tsb. Apa saja sih kerentanan yang malatarbelakangi pekerja seni
melakukan bunuh diri?
Ada banyak sekali
alasan yang bisa melatarbelakangi kerentanan seseorang untuk bunuh diri, meski
sering kali dipandang sebagai refleksi kelemahan karakter seseorang, bunuh diri
memiliki kompleksitas dalam hal ini faktor penyebabnya. Banyak teori yang berusaha untuk
menjelaskan fenomena ini, tetapi tidak ada satu teori yang mampu menjelaskan
seluruh kompleksitas dari bunuh diri. Salah satu model teoretik yang cukup
komprehensif dalam menjelaskan bunuh diri adalah model biopsikososial(4). Model ini menjelaskan
bahwa terdapat potensi kerentanan
individu (predisposing vulnerability) yang berinteraksi dengan berbagai pemicu (trigger) sehingga
menimbulkan risiko bunuh diri (suicidality) dalam aspek pemikiran,
perilaku, emosi dan fisiologi. Risiko inilah yang kemudian mendorong seseorang
untuk melakukan bunuh diri.
Potensi kerentanan individu
untuk melakukan bunuh diri dapat berasal dari berbagai faktor, termasuk yakni faktor biologis,
pengalaman hidup, dan gangguan mental.
Secara biologis : rendahnya metabolit
serotonin (5-HIAA) ditemukan berhubungan dengan peningkatan risiko bunuh diri.
Selain itu, penelitian ilmiah juga menemukan bahwa risiko bunuh diri juga
dipengaruhi oleh faktor keturunan. Adanya riwayat bunuh diri dalam keluarga
merupakan salah satu faktor risiko bunuh diri. Hal ini mungkin berkaitan dengan
gen yang mengatur serapan serotonin.
Pengalaman
hidup : yang dapat menyumbangkan
potensi kerentanan bunuh diri antara lain dari pengalaman hidup yang suram, seperti riwayat tindak kekerasan
atau kejadian traumatis lainnya misal kekerasan atau pelecehan sexsual dimasa lalu. Faktor psikologis lain
yang terkait adalah rendahnya kemampuan memecahkan masalah (problem solving)
yang juga menyebabkan seseorang untuk rentan merasa putus asa (hopeless).
Selain itu sudah menjadi rahasia umum bila
lingkungan musisi atau pekerja seni, tak jarang terjadi keterlibatan penyalah gunaan alkohol, obat-obatan terlarang,
Terkait dengan penyalahgunaan alkohol dan obat-obatan terlarang
tak bisa lepas dari kehidupan musisi terutama musisi internasional. Marvin Gaye contohnya, pelantun Sexual
Healing ini selalu menyempatkan diri untuk meminum alkohol sebelum
manggung. Sejumlah musisi memilih untuk rileks dan menenangkan diri dengan
alkohol atau obat sebelum manggung. Selain itu jam kerja
yang tidak menentu, jadwal manggung yang padat, tingkat stres yang tinggi, serta kekhawatiran saat akan manggung.
Gangguan mental : Gangguan jiwa berat seperti
depresi, bipolar, dan skizofrenia membuat seseorang lebih rentan terhadap
risiko bunuh diri. Gangguan yang lebih ringan seperti
gangguan kendali impuls, penyalahgunaan zat, gangguan kepribadian ambang,
gangguan panik, dan gangguan makan juga dapat meningkatkan risiko bunuh diri,
terutama jika disertai dengan depresi. Penelitian menunjukkan bahwa orang yang
mengalami atau pernah mengalami depresi memiliki risiko bunuh diri sebesar 15%.
Orang yang memiliki kerentanan-kerentanan tersebut dipandang sedang berada pada
kondisi bunuh diri akut (acute suicidal episode). Kerentanan yang
dimiliki individu perlu berinteraksi dengan pemicu tertentu untuk dapat berubah
aktif dan memasuki kondisi bunuh diri kronis (chronic suicidal episode).
Bahkan Center For Suicide Research mencatat ada
sekitar kurang lebih ±799.195 kasus bunuh diri di
seluruh dunia per’30 desember
2017 dan mungkin terus bertambah(5). Bunuh diri sangat lah mengerikan, depresi tidak selalu
memperlihatkan wajah aslinya, ia bisa saja berkamuflase menjadi siapa saja,
seorang yang nampak bahagia dari luar bisa saja menyimpan kesedihan yang sangat
mendalam dalam dirinya, perhatikan dan sayangilah orang-orang terdekat kita sebelum
semua terlambat, stop bunuh diri.
-----------------------
Catatan :
1.
Thesunalsorises/Newyorktimes/Oktober1926
2.
Zine/Menggapaiutopia/Tributetonirvana/Kontroversi/Badaiialfatan/2011
4.
Morrow,
C.E., Bryan, C.J., & Appolonio, K.K. (2010). Empirically Based Assessment
of Suicide Risk. Dalam Kumar, U. & Mandal, M.K. Suicide Behaviour:
Assessment of People-at-Risk. India: SAGE.